Sebuah tulisan kecil, sharing hasil training NLP seri "personal power" dan "Managing with NLP" serta bacaan beberapa refferensi buku NLP
Kita 'tahu' bahwa kita akan "hidup" dengan rekan kerja, anak buah dan atasan di kantor dalam jangka panjang, cukup lama. Tetapi sangat sedikit orang yg menyadari hal tersebut. Yang mereka sadari adalah mereka akan hidup lama dengan keluarganya, tetapi "tidak menyadari" bahwa lebih banyak waktu dihabiskan dengan rekan kerja, anak buah dan atasan di kantor.
Akibatnya, sebagian dari mereka kurang peduli dengan anak buah/atasan. Konsekwensinya, ketika terjadi perselisihan dengan anak buah akan dibiarkan begitu saja tanpa ada target penyelesaian. Mungkin karena beban target KPI yg berat, persaingan meniti karir, persaingan memperebutkan hati atasan, permasalahan pribadi, pengalaman memimpin yang minim atau memang kompetensi managerial yang perlu ditambah.
Tetapi semua itu tidak akan menjadi masalah apabila kita "mau belajar". Memang kemudian tugasnya menjadi sangat berat, karena selain harus bisa mencapai target KPI yang diberikan, ia juga harus belajar menjadi atasan/pimpinan atas semua anak buahnya dengan baik, sehingga menjadi team yang solid. Kepemimpinan yang gagal akan sangat mempengaruhi pencapaian KPI yang diterima.
Kunci utama membangun "the dream team" adalah komunikasi dan kepemimpinan yang baik, yaitu melalui pelaksanaan "pacing". Dalam NLP di kenal adanya "pacing than leading", yaitu upaya "menyamakan" (persepsi, keinginan, hobi, kesukaan, dll) antara pimpinan dengan anak buahnya (dalam segala hal ketika berkomunikasi dalam organisasi), kemudian "mengarahkan".
Pertanyaannya adalah, siapa yang bisa dan harus melakukan "pacing than leading" tersebut?
Meskipun sudah bisa ditebak, untuk menjawab pertanyaan tersebut saya berikan satu contoh pelaku "pacing" terbaik di dunia, yaitu Putri Diana (alm).
Masih jelas dalam ingatan kita bahwa Putri Diana selalu melipat kakinya dan menaruh salah satu atau kedua lututnya di tanah ketika berbicara dengan anak-anak. Sudah kebayang kan kita dahulu sering melihat peristiwa tersebut di televisi?
Nah, apa yang bisa kita pelajari dari peristiwa tersebut? Dari kacamata NLP, maka Putri Diana telah melakukan "pacing", yaitu menyamakan (mensejajarkan) ketinggian kepalanya dengan anak-anak yang diajak bicara.
Apa manfaatnya? Anak-anak menjadi nyaman, merasa sama, merasa tidak ada perbedaan dengan Putri Diana seolah berbicara dengan anak-anak teman bermainnya. Tidak ada gap, tidak ada perbedaan sehingga komunikasi menjadi sangat baik. Apabila situasi seperti ini sudah tercapai, maka pihak pimpinan (Putri Diana) dapat mengarahkan (leading) anak buahnya sesuai kepentingan dalam berorganisasi, dalam hal ini adalah pencapaian KPI.
Sederhana bukan? Ya, karena sangat sederhana ini maka sering diabaikan. Seorang pemimpin baru justru sering mencoba-coba cara untuk mencari caranya sendiri dan kemudian gagal. Padahal contoh dari hasil pembelajaran terhadap patern perilaku manusia sudah ada dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Mulai sekarang, coba "samakan" (lakukan pacing) persepsi, hobi, keinginan, tujuan, kesukaan, jam makan siang, sembahyang bersama (dan apapun yang memungkinkan dapat dilakukan bersama anak buah) dengan kerelaan hati dan ketulusan. Ketika hal ini sudah tercapai, anda sebagai pimpinan dapat dengan mudah mengarahkan perilaku anak buah anda.
Jadi, Anda tidak perlu lagi berselisih dengan anak buah, karena meskipun menang dalam perselisihan anda akan jadi arang (team menjadi mudah patah, tidak solid). Dan kalau kalah anda akan jadi debu (team akan bubar, jalan sendiri-sendiri). Kalau sudah demikian, rasanya sangat sulit untuk mencapai target KPI. Dan kalau toh tercapai, tidak akan maksimal dan sulit di ulang pada periode tahun berikutnya.
Tidak ada manfaatnya berselisih, apalagi dengan anak buah sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar